Senin, 03 Desember 2012

Ibu, Alasanku Untuk Selalu Bersyukur Setiap Hari..


Ibu, semakin lama aku semakin mengerti cintamu yang begitu besar untukku. Semakin dewasa semakin ingin kuberbakti untukmu, aku rasa semua baktiku pun tak akan cukup untuk membalas jasa-jasamu.

Ibu, aku tidak tahu bagaimana engkau hamil dan melahirkan aku, yang aku tahu hanya cerita darimu, 24 jam his persalinan dilanjutkan dengan kala 2 yang lama karna saat itu ibu masih gravida 1. Aku mulai membayangkan bagaimana perasaanmu saat aku menjadi dokter muda dan memasuki bagian obgyn (kebidanan dan kandungan). Disitu aku mengerti bagaimana rasanya pasangan muda mengetahui bahwa sang istri sedang hamil anak pertama. Euphoria yang membuncah. Kemudian dilanjutkan dengan kontrol kehamilan berkala, rata-rata setiap kali antenatal care (pemeriksaan kehamilan) sang ibu selalu didampingi oleh suami. Disitu dapat dilihat, betapa ayah pun selalu ingin tahu bagaimana perkembangan buah cintanya, sejak dalam kandungan, bahkan tak jarang para suami yang banyak bertanya dan ingin tahu lebih dalam mengenai kondisi ibu dan janin. Kemudian tibalah saat sang ibu melahirkan. Anak pertama dari ibu gravid pertama, rata-rata mengalami kala 1 dan 2 yang lama. Kala 1 adalah proses pembukaan jalan lahir, kontraksi rahim (his), dan penurunan bayi dari rahim ke jalan lahir. Yang membuat ibu-ibu tersiksa adalah saat his terjadi, sakitnya luar biasa, banyak ibu yang teriak-teriak sampai berkeringat sangking sakitnya. Dan his terjadi semakin lama semakin kuat, mulai 1x setiap 10 menit sampai 5x dalam 10 menit. Dan lamanya his juga bervariasi, ada yang hanya 10 atau 20 detik, namun semakin besar pembukaan his akan semakin lama, bahkan mencapai 60-90 detik setiap his.

Kala 1 lamanya bisa bervariasi, ada yang hanya 2 jam ada juga yang bisa sampai 2 hari, tergantung oleh beberapa faktor, salah satunya hamil anak pertama. Jadi, bisa aku bayangkan ibuku mules menahan sakit untuk melahirkan aku selama 24 jam. Sudah pasti tidak bisa tidur, bahkan untuk berbaring pun gelisah, kanan kiri terlentang, semua posisi sudah dicoba namun tetap saja mules itu terasa sekali. His akan terasa sampai akhirnya ada dorongan untuk mengejan seperti ingin BAB dan jalan lahir mulai terbuka. Pertama kali aku menolong persalinan adalah pasien muda usia 17 tahun di RSKIA Astana anyar. Sungguh vagina nya masih kaku, sampai akhirnya harus digunting untuk menghindari robekan berlebihan (episiotomy). Kekuatan yang diperlukan untuk mengejan luar biasa harus kuat, supaya kepala bayi bisa keluar dengan lancar. Apalagi dengan ibu yang kehabisan tenaga karena menahan sakit selama his. Pada anak pertama persalinan pengeluaran bayi bisa sampai 1 jam. Namun Alhamdulillah setelah itu bayi keluar dengan selamat, ibu dijahit pada luka episiotomi, kemudian setelah selesai bayi langsung diberikan ke gendongan ibu. Disitu terasa sekali betapa manisnya keluarga muda yang baru kedatangan anak pertamanya ke dunia. Dimulai dengan ayahnya yang membisikkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kirinya, kemudian anak yang mulai menyusui di payudara ibu, sambil tangan ayah dan ibu nya tak henti-hentinya mengusap kepala anak sambil terlihat raut bahagia ayah dan ibu. Aku membayangkan begini rasanya saat aku lahir, anak pertama dari pasangan yang baru menikah. Cucu pertama dari pihak ibu. Waah, sudah pasti banyak harapan dan doa dari ayah dan ibu kepadaku, bayi perempuan mungil dengan berat 2400 gram dan panjang 47 cm.

Ibuku bukan orang dengan latar belakang medis, apalagi ayah. Mereka orang awam yang membesarkan anak dengan pengalaman mereka mengurus adik-adik, belajar dari kakek nenek, dan mengembangkannya sendiri agar anaknya tumbuh cerdas dan sehat. Aku sejak lahir memang kecil, sampai saat ini pun masih sama, kecil dan kurus (baca : langsing :p). Namun menurut ibu aku tidak pernah sakit. Hanya sekali dua kali dalam 6 bulan-1 tahun dan itu hanya batuk pilek panas biasa. Dari perkembangan milestone, aku termasuk anak yang cepat ngomong, belum 1 tahun sudah bisa ngomong 2-3 kata, belum usia 2 tahun sudah ngomong lancar dan bisa diajak ngobrol dan menuruti apa kata-kata ibu. Namun untuk motorik kasar aku cukup lambat, usia 1,5 tahun baru bisa jalan. Karena ibuku cerdas dan beliau melihat potensi anaknya, maka beliau mengajarkan aku banyak gambar, huruf, dan hitung-hitungan, sehingga sebelum masuk TK aku sudah lancar membaca dan berhitung. Dulu ayah dan ibu masih membangun rumah tangganya, jadi belum mampu untuk menyekolahkan aku ke play grup, les musik, atau les balet. Apalagi ketika aku berumur 4 tahun ibuku melahirkan adikku. Namun dengan keterbatasan pun ibu bisa mendidik aku sampai sekarang.

Ketika aku masuk SD, mulai lah ibu memasukkan aku les berenang. Tujuannya sebenarnya supaya aku ada aktivitas olahraga dan supaya aku berani. Dari tujuan itu saja aku sudah bisa mencetak beberapa prestasi di bidang renang, medali pada perlombaan renang dan loncat indah. Selain itu ibu juga memasukkanku ke TPA yang tak jauh dari rumah, pulang pergi memakai angkutan becak. Setiap liburan kenaikan kelas, ibu selalu memberikan buku-buku pelajaran untuk kelas selanjutnya. Ibu selalu memberi aku PR sehingga aku bisa menghabiskan buku-buku itu selama liburan. Kebetulan jaman dulu kan liburnya lama, 1 bulan, dan orangtuaku bukan orang yang mampu untuk mengajak jalan-jalan ke luar negeri jika liburan panjang, kami biasanya liburan sambil pulang ke Sukabumi atau Belitang 1 kali dalam setahun setiap lebaran. Kalau ke Sukabumi kadang mampir ke taman mini, dufan, taman safari, dan tempat-tempat rekreasi lain yang terkenal (saat itu belum banyak tempat rekreasi). Kembali ke buku pelajaran, jadi seperti itulah cara ibuku menyuruh belajar, jadi ketika aku masuk sekolah, aku sudah menguasai semua pelajaran, maka tidak heran aku selalu juara satu di sekolah selama SD (walaupun pernah kalah beberapa kali, bisa dihitung menggunakan 1 tangan :p).

Selain prestasi di sekolah, ibu selalu mendorong aku untuk ikut lomba-lomba menggambar, mewarnai, tujuannya ya itu, agar aku berani. Lalu saat kelas 5 aku juga diikutkan les menari, dan sampai saat ini aku sangat mencintai tarian tradisional Indonesia dan aku hapal beberapa tarian Lampung, jawa barat, dan Bali. Satu lagi yang aku kuasai adalah sempoa, aku mulai les saat kelas 5 SD di sempoa Indonesia pratama (SIP), kebetulan ada di kompleks rumahku. Aku biasa kesana dengan sepeda atau berjalan kaki. Ilmu sempoa ini juga bermanfaat ketika aku di SMP dan SMA sehingga aku jago di bidang matematika, fisika, kimia. Di beberapa perlombaan cerdas cermat juga aku bisa paling cepat menjawab karena dapat menghitung dengan cepat setiap pertanyaan.

Aku tumbuh menjadi anak penurut, aku selalu takut untuk membuat ayah dan ibu sedih. Walaupun terkadang aku juga keras kepala sehingga membangkang apa kata mereka. Apalagi ketika aku kuliah, aku nekat pacaran dengan orang yang ibuku tidak suka. Tapi lama-lama aku tahu apa yang ibu rasakan itu adalah insting seorang ibu terhadap anaknya, dan beberapa saat kemudian aku putus dengan meninggalkan luka yang cukup dalam (ceileh lebay deh hehee).

Ibu sangat protektif, beliau tidak mau anaknya sedih atau menangis karena orang lain. Aku pernah cerita pada ibu saat aku SMP ada temanku yang pintar tapi licik. Aku berteman cukup dekat dengannya. Aku pernah kesal dan cerita pada ibu, kenapa orang licik seperti dia bisa selalu beruntung dan mendapatkan apa yang dia mau, kan tidak adil, dia jahat sampai bisa melakukan segala cara. Waktu itu ibu bilang aku cerita sampai nangis (padahal aku lupa pernah nangis sambil cerita hal ini), dan sejak saat itu sampai sekarang, ibu benar-benar tidak suka sama temanku ini. Bahkan kalau aku bercerita tentang dia ke ibu, ibu selalu bilang “ngapain sih masih kontak sama dia?”, sangking beliau masih terngiang anaknya pernah nangis oleh anak ini. Aku juga pernah nangis ketika putus dengan pacar, memang sih aku agak lebay gitu nangisnya, sampai ibu sedih dan tidak suka dengan mantanku ini, karena menurutnya dia jahat sudah membuat anak ibu menangis. Padahal aku tidak menceritakan secara detail, tapi tergambar olehnya apa yang diperbuat oleh mantanku ini benar-benar membuatku sakit, jadi sampai saat ini pun ibu membenci mantanku.

Aku benar-benar dekat dengan ibu, segala hal aku ceritakan, bahkan sampai hal kecil aku membeli ikat rambut pun kuceritakan. Namun sejak kejadian itu aku sadar, tidak semua bisa kuceritakan pada ibu. Apa yang membuatku sedih tidak perlu aku ceritakan ke ibu, kecuali aku sudah benar-benar tidak kuat baru aku ceritakan padanya. Hal-hal kecil seperti keluhan tidak perlu aku ceritakan, karena akan menjadi beban pikirannya. Apalagi semenjak ayah dan ibu hanya berdua di rumah, aku ingin memastikan bahwa disini anak-anaknya baik-baik saja dan mereka tidak perlu khawatir. Apalagi mereka cukup sering menengok kami, bisa 1-3 bulan sekali.

Ibu saat ini usianya berada di kepala 5. Sudah banyak keluhan-keluhan yang muncul, darah tinggi, kaku dan kesemutan, sakit kaki. Begitu juga ayah, sudah pernah TIA (transient ischemic attack atau awamnya disebut stroke ringan) 2x, kolesterol tinggi, hipertensi, namun mobilitas mereka masih tinggi, demi membiayai anak-anaknya. Memasukkan anaknya ke fakultas kedokteran artinya mewakafkan anaknya di jalan kemanusiaan. Aku sendiri belum tahu kapan bisa membahagiakan mereka di dunia, kuliah belum lulus, setelah lulus juga belum tentu bisa langsung bekerja, karena jadi dokter dituntut untuk mengabdi, internship 1 tahun dengan gaji 1,2juta per bulan, belum lagi menunggu internship beberapa bulan kosong. Rasanya kalau aku bukan di kedokteran, mungkin aku sudah bekerja dengan gaji sekitar 10 juta kalau aku lulusan teknik. Aku sudah bisa hidup sendiri atau bahkan membiayai adikku kuliah, sehingga ayah ibu tidak memiliki beban banyak. Walaupun jabatan ayah di instansi pemerintahan cukup tinggi, aku tidak pernah menikmati uangnya sebanyak anak lain yang ayahnya memiliki jabatan yang sama. Aku tidak punya mobil, tidak ke luar negeri setiap liburan, tidak selalu makan di tempat mewah dan mahal. Aku diajarkan untuk sederhana tapi cukup. Cukup untuk sekolah, cukup untuk makan, cukup untuk bergaul, namun tidak berlebih.

Dan kembali lagi, apa yang bisa aku perbuat untuk ibu (dan ayah)? Ingin rasanya aku cepat lulus menjadi dokter saat mendengar ayah terkena stroke ringan lagi beberapa waktu yang lalu. ingin rasanya aku ada disana dan langsung menangani ayah. Ingin rasanya tinggal dengan mereka dan mengurus mereka sehingga mereka bisa hidup sehat dan terrawat. Kini mereka tinggal hanya berdua, mereka menelepon kami anak-anaknya secara berkala, dan mengunjungi kami untuk sekedar makan enak dan menginap di hotel untuk hiburan kami semasa kuliah di akhir minggu. Kasih sayangnya tidak pernah putus sampai saat ini. Contoh baiknya selalu terngiang di otak kami, anak-anaknya, sehingga kami tidak ragu untuk sekedar bersedekah, menjadi sukarelawan, atau membantu dalam membangun sesuatu dengan uang ayah. Ayah dan ibu membiayai beberapa anak, yang ijazahnya masih ditangguhkan karena bertahun-tahun belum bayar SPP, memiliki anak asuh, membangun masjid, mendanai beberapa kegiatan sosial. Karena untuk ayah, rejekinya sebagian untuk keluarga dan sebagian untuk yang membutuhkan. Ayah dan ibu contoh orangtua yang berhasil, diluar kekurangannya sebagai manusia, mereka patut menjadi teladan untuk bisa bermanfaat bagi sekitar, peka terhadap lingkungan, dan mengamalkan segala perintah agama sebisa mungkin yang mereka bisa, memperhatikan kepentingan orang lain, dan jarang sekali mengecewakan orang-orang di sekitarnya.

Semoga kami anak-anaknya bisa menyerap indirect lesson dari mereka, bahkan lebih baik lagi.. Semoga kami bisa selalu berbakti untuk mereka, dan semoga doa kami menjadi bekal dan syafaat bagi mereka di akhirat nanti.

            Allahummaghfirli waliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaani saghiraa..

Tidak ada komentar: