Sabtu, 22 Desember 2012

Sebuah langkah, VOL-D


Desember 2009, pertama kalinya Dani Ferdian, ketua angkatanku di FK Unpad 2007, mengumpulkan 12 orang dari seluruh angkatan yang ada di S1 FK Unpad, dengan latar belakang yang berbeda, organisasi yang berbeda, saling beririsan, tidak ada gabungan yang menyatukan kami ber 12, kecuali ya kami sama-sama FK Unpad. Sangat random, sampai aku mikir ini apa ya? Apakah kami akan dikirimkan ke misi tertentu? Menjaring mahasiswa-mahasiswa pembawa aliran sesat misalnya (karena saat itu sedang marak-maraknya ajaran sesat di kampus)? Apa sih ini? Sampai sebelum dani bicara aku masih tidak mengerti mau apa kami dikumpulkan. Sampai akhirnya Dani berkata bahwa dia punya ide, draft kasar untuk membuat sebuah komunitas relawan, dan dia mengajak kami untuk ikut membantunya membangun mimpinya tersebut. Kami ber 12 tertarik, dan mulai mengikuti alur yang dia buat. Idenya bagus, menarik, bermanfaat, untuk masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya. Dan akhirnya komunitas ini pun diberi nama VolD, volunteer doctors.

Sudah 3 tahun aku bergabung di dalam VolD, sudah banyak sekali pengalaman disini. Aku sempat vakum 1 tahun karena aku merasa tidak sanggup menjalankan tahun ke 4 di perkoasan dengan kegiatan kemahasiswaan. Awalnya aku ingin keluar saja dari vold, karena aku merasa tidak enak karena tidak pernah membantu. Tetapi ternyata vold masih menerima aku, dan jadilah aku masih disini sampai sekarang.

Aku lupa kapan pertama kalinya aku ikut kegiatan vold, yang aku ingat saat pertama kali aku masuk koas aku ikut salah satu kegiatan vold, yaitu medcheck dan balai pengobatan. Pasienku banyak sekali yang hipertensi atau masalah GI, ada beberapa penyakit kulit. Saat itu aku baru masuk stase bedah, jadi aku tidak tahu apa-apa selain mengandalkan ingatan sked. Alhasil aku bolak balik bertanya ke dokter senior yang ada disana. Hahaha, pengalaman pertama pegang pasien, yang penting pede ngomong ke pasiennya, masalah obat mah yang kita beri kebanyakan simptomatik, jadi yang penting memang edukasi ke pasien. Selain itu aku lihat ke teman-teman lain, pasien yang datang ke mereka lebih beragam, ada dm, banyak penyakit kulit, tulang, vertigo, mata, dan sepanjang perjalanan mengikuti bp selanjutnya, pasien yang aku dapat juga tidak variatif, jarang sekali aku mendapatkan kasus aneh dibandingkan teman-temanku yang lain.

Kegiatan yang paling berkesan yang lain adalah BP di Santolo, dimana saat itu kami menginap selama 2 hari 1 malam. Setelah BP kami bermain di pantai Santolo, dan saat itu seluruh anak vold memberikan kejutan selamat ulangtahun padaku. Ternyata mereka salah, mereka mengucapkan 1 bulan sebelum aku ulangtahun, 23 Oktober, sedangkan hari ulangtahunku 23 November. Itu pengalaman yang sangat lucu namun mengharukan. Mereka ingat hari ulangtahunku, mereka membuat kejutan seperti demo di pantai, walaupun lebih awal 1 bulan. Hahahaa.

Aku melangkahkan kakiku dengan tepat dengan bergabung dengan tim ini, sungguh aku sangat bangga dengan vold, dengan kegiatan-kegiatannya, anggota-anggotanya, pencapaiannya, menggambarkan komunitas yang ulet, kompak, dan pengabdian yang tulus ikhlas dari anggota-anggotanya. Mungkin karena kami semua masih mahasiswa, dan di dalamnya ditanam nilai-nilai islam, jadi suasana idealis untuk mengabdinya masih kental. Aku masih berharap vold akan lebih mengembangkan sayapnya, lebih lebar di tingkat nasional bahkan internasional, bukan hanya terkenal sebagai nama, tapi juga kegiatannya. Semoga bisa terwujud, amin. J
Salsabila Firdausia
Bandung, 18 Desember 2012

Cerita Cita Dokter Muda


Almost one and a half year I become a young doctor. Hampir semua bagian sudah aku lewati bersama teman-teman seperjuangan dari Indonesia dan negeri seberang, Malaysia. Retno, Michelle, Yasser, Novita, Alvy, Aziz, Atrash, Azna, Alyaa, Nimi, dan Loga, mereka adalah teman-teman yang bersama-sama merangkak mencuri ilmu dari pasien-pasien di rumah sakit. Kami menjadi sangat dekat satu sama lain, karena selalu bersama melewati satu bagian ke bagian lain. Awalnya aku tidak mengenal mereka begitu dekat, tapi kini semua jadi saudara, semua kejadian diantara kita pasti kita tahu. Nikah dan hamilnya nimi, operasinya ate, dirawatnya aku, dan hal-hal lain yang dilalui bersama. Persaudaraan yang sederhana, tapi bermakna, masuk bersama, lulus pun bersama. Sampai saat ini tidak ada diantara kami yang harus prolong di dunia perkoasan.

Koas, 18 departemen yang harus aku lalui, 75 minggu (termasuk libur 1 minggu setiap 27 minggu) waktu yang harus ditempuh. Banyak sekali pengalaman yang didapat. Petikan terbaru didapat hari minggu kemarin, saat aku jaga terakhir kalinya di RSHS.

Pasien jaga terakhirku adalah seorang laki-laki sekitar 60 tahun dengan diagnosis NHL, tumor pada kelenjar getah bening leher. Tumor tersebut belum pasti ganas atau jinak, karena belum ada hasil dari histopatologinya. Namun yang membuat dia perlu mendapat perawatan intensif adalah karena riwayat pengobatanya. Sebut saja pasien ini Tn. D, dia sudah merasa ada benjolan ini sejak lebih dari 1 tahun yang lalu. 6 bulan yang lalu dia pergi ke pengobatan alternatif di sebuah klinik di pinggiran bandung, 2 bulan berobat penyakitnya tidak kunjung sembuh, akhirnya Tn. D berobat ke RS swasta di Bandung. Disana, dokter memeriksa Tn. D dan mengatakan bahwa pasien harus disinar untuk benjolan ini. Tn. D menolak karena banyak mendengar efek sinar dan kemo yang buruk, maka dia pulang ke rumah dan melanjutkan ke pengobatan alternatif. Selanjutnya, entah disuntik apa disana sehingga muka nya menjadi bengkak, terjadi sumbatan jalan napas tingkat 3-4, sehingga pasien datang ke RSHS dan harus di trakeostomi (dibuat saluran napas di trakea, di leher), namun karena benjolan yang semakin meluas tersebut, sehingga mempersulit untuk melakukan trakeostomi. Akhirnya pasien tersebut hanya dipasang ETT. Dan sampai kemarin saat jaga (hari ke4) kondisi pasien masih sama.

Kisah lain seorang ibu yang membawa anaknya ke IGD bedah RSHS karena anaknya ditampar dan ditusuk oleh orang tua murid karena masalah antara anak kecil. Tidak parah luka anak tersebut sebenarnya, namun kekhawatiran ibunya akan trauma psikis yang mungkin akan terjadi pada anak ini membuat ibu membawa anaknya ke RS. Mungkin bagi sebagian dokter, luka pukulan dan tusukan saja yang harus diobati, atau gejala sulit bernapasnya saja yang harus ditangani untuk kisah sebelumnya. Namun dibalik semua itu, ada hal yang kadang tidak terjamah oleh dokter.

Pada pasien tuan D, ketidaktahuan dan minimnya informasi mengenai penyakitnya, menyebabkan ia harus berada dalam keadaan hidup dan mati. Ya, betapa masih banyak masyarakat Indonesia yang memilih untuk berobat ke pengobatan alternative yang tidak tahu bagaimana reputasinya. Sebenarnya tidak menyalahkan pengobatan alternative, karena banyak pengobatan alternative yang benar, yang sesuai, seperti bekam, rukyah, akupungtur, herbal, namun belum banyak yang resmi dan didaftarkan ke dinas kesehatan. Ironisnya lagi pasien tidak peduli dengan adanya label resmi tersebut, yang ia yakini adalah berdasarkan kabar berita dari kerabat dan saudara, tempat pengobatan itu bagus karena sudah beberapa teman dan kerabat dari si pemberi kabar yang sembuh setelah berobat disana. Alhasil ketika pengobatan tidak berhasil dan malah memperburuk penyakit, pasien pun tidak jarang yang datang dalam keadaan end stage, atau diantara hidup dan mati, yang sulit untuk diperbaiki secara medis.

Pada pasien yang kedua, tidak banyak dokter yang tahu kekhawatiran sang ibu. Bagaimana psikis sang anak kedepannya, bagaimana kehidupan keluarga tanpa ayah tersebut kedepannya karena ternyata orangtua murid yang memukul tersebut masih dendam padanya. Tidak ada yang tahu bahwa sang ibu ternyata memiliki benjolan di payudara nya yang kecenderungan kepada ca mamae. Dan dokter yang sibuk mengurusi banyak pasien, tidak akan sempat untuk mengobrol banyak, padahal mungkin sedikit waktu dari kita bisa memberikan kualitas hidup yang lebih baik untuk keluarga tersebut. Bisa saja kita langsung menyarankan ibu untuk cek segala hal mengenai payudaranya saat itu juga biar sekalian. Atau bisa juga sekalian kita sarankan untuk ke psikolog terdekat untuk anak tersebut. Atau bisa juga dengan menyelipkan petuah-petuah agamis untuk sang ibu, minimal menenangkan untuk saat itu. Untuk mengurangi gap komunikasi antara dokter-pasien.

Dari 2 kasus diatas aku menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia mungkin butuh sosok dokter keluarga, yang bisa memikirkan paradigma sehat bagi pasien-pasien yang dibinanya. Menurut WHO definisi sehat adalah keadaan sejahtera secara fisik, psikis, dan sosial. Jelas penanganan sehat secara fisik dan sosial tidak bisa dengan sekali datang berobat ke klinik dengan durasi hanya 15 menit, perlu waktu mungkin sampai berbulan-bulan untuk mengetahui masalah satu keluarga saja. Bayangkan jika 50 keluarga dipegang oleh 1 dokter keluarga, dan seluruh keluarga tercover oleh dokter, maka Indonesia sehat pun akan tercapai. Pengeluaran pemerintah untuk kuratif pasien-pasien jamkesmas/jamkesda bisa berkurang, dan bisa digunakan untuk pembangunan bangsa. Begitu banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang dokter, maka tidak salah jika dokter dikatakan sebagai profesi mulia, karena memang tugasnya menjaga yang sehat agar tetap sehat, yang sakit agar bisa sembuh, atau minimal memperbaiki kualitas hidupnya sebisa yang ia bisa lakukan. Namun profesi mulia itu tidak sebanding dengan kebahagiaan batin yang didapat, ketika masyarakatnya sehat dan produktif, bisa memajukan bangsanya sendiri.

Menjadi dokter muda di RS, membuat aku belajar banyak hal. Mumpung aku masih koas, belum punya tanggungan terhadap pasien, aku bisa banyak mencuri ilmu. Bisa dari dokter konsulen dari semua pengalamannya, dokter residen dari keterampilannya di setiap poliklinik RS, perawat dan petugas RS, dan juga dari pasien. Banyak yang bisa diamati dari pasien, keragaman jenis pasien yang datang, jenis sakit yang diderita, jenis watak pasien, dan bahkan dari cara datang dan dimana mereka menginap. Tidak jarang pasien yang rela datang jam 7 malam dari Banjar dan sampai ke RSHS jam 3 subuh kemudian langsung mengantri di depan loket antrian RS. Selanjutnya jika ada pemeriksaan yang harus dilakukan esok harinya, tidak sedikit juga pasien yang tidur beralaskan Koran di selasar RS karena jarak pulang ke daerah asalnya jauh. Ada juga pasien yang tega, kabur tidak membayar berbagai pemeriksaan yang dilakukan di RS dengan keadaan masih perlu pendampingan. Dan berbagai pengalaman lain yang tidak bisa diceritakan satu persatu. Pengalaman tersebut membuat para koas ini belajar, bukan hanya cara mengobati, tapi juga belajar bersyukur dan selalu melihat kebawah, agar tidak sombong dan agar selalu memperjuangkan kondisi pasien dengan sebaik-baiknya, karena pasien banyak yang berekspektasi lebih ke dokter untuk kesembuhan penyakitnya. Selain itu aku juga mendapatkan pentingnya upaya promotif dan preventif terutama di pelayanan kesehatan primer, di tempat dimana dokter umum berada, dan ketika aku lulus, begitu banyak tugas dan amanah berada di pundakku, untuk membuat masyarakatku sehat.

Sebentar lagi aku dan teman-teman seperjuangan akan lulus dan insyaAllah dengan bekal selama 75 minggu ini kami siap mengemban amanah kami. Tidak terasa perjuangan kami akan segera dimulai, dan semoga kami semua selalu dilindungi oleh Allah dalam segala perbuatan dan keputusan yang kami ambil.

Bandung, 2 Desember 2012
Bandung, 22 Desember 2012

Polemik kehidupan


Kehidupan terus berputar, pribadi pun harus selalu menjadi yang lebih baik dari kemarin. Aku sadar banyak sekali kesalahan yang sudah aku lakukan di masa lalu, kepada orang-orang terdekat dengan fisik dan psikis, ataupun orang yang jauh dengan psikis. Aku malu, malu kepada diri sendiri dan Tuhanku, karena kesalahan itu baru kusadari sekarang, bukan saat aku melakukannya. Aku malu, karena dulu aku tidak merasa salah, atau bahkan merasa menjadi orang yang paling benar sedunia. Aku malu, pada orang yang sudah aku sakiti, karena aku tidak bisa menjaga mulutku, menjaga sikapku terhadap mereka, padahal aku lulusan sekolah asrama islam, dengan pendidikan islam terbaik, dimana seharusnya paham betul bagaimana hablumminannas. Aku malu pada tuhanku..

Aku tahu, ini masa yang baru, bukan lagi masa lalu, dimana aku harus menghapus rasa maluku dengan perbaikan diri, perbaikin diri yang mendekati sempurna, menjadi makhluk yang dicintai oleh Nya, disayangi oleh orang-orang sekitarku, dan bermanfaat bagi yang memerlukan. Dimana setiap perkataan yang keluar dari mulutku jangan sampai menyakiti orang lain, yang diperbuat oleh tanganku selalu perbuatan yang baik, yang dilangkahkan oleh kakiku adalah bukan tempat yang haram, dan yang dirasakan oleh semua panca inderaku bisa dipilah untuk dipilih mana yang bisa aku teruskan. Dengan terus memegang teguh prinsip yang baik dan agama yang terus menerus dipelajari, pasti akan terwujud pribadi yang terbaik, dengan sifat-sifat yang terpuji. Yang pasti selalu melakukan hal yang baik, tidak pernah berniat melakukan kesalahan yang disengaja, ikhlas dan tidak pernah merasa berkorban, tidak menghitung, dan sabar bahwa ketetapan Allah itu adil untuk semua umat Nya.

Selalu berusaha menjadi lebih baik, itu ciri orang maju dan sukses. Shalat fardu rutin, ditambah rawatib, duha, tahajud, membaca quran rutin, mengkaji quran dan hadis, mempelajari fikih dan sejarah akan menambah kekayaan ilmu, ilmu agama yang tak akan habis-habisnya dipelajari. Tidak menyampingkan masalah agama dari masalah dunia. Disejajarkan dengan mempelajari dengan serius ilmu medis, herbal, promotif dan preventif, juga hal-hal non medis seperti pengetahuan umum, dan bidang yang diminati. Ilmu Allah itu banyak, tidak habis dengan membaca terus-menerus, maka jika tidak pernah membaca, tidak akan ada ilmu Allah yang kita kuasai.

Waktuku tidak banyak, dengan banyak belajar, banyak bersosialisasi, dan banyak berbuat, tidak akan sia-sia waktunya. Semoga aku selalu menjadi pribadi yang bermanfaat bagiku sendiri, orang-orang terdekatku, agama, bangsa, dan Negara.
Bandung, 22 Desember 2012

Senin, 03 Desember 2012

Ibu, Alasanku Untuk Selalu Bersyukur Setiap Hari..


Ibu, semakin lama aku semakin mengerti cintamu yang begitu besar untukku. Semakin dewasa semakin ingin kuberbakti untukmu, aku rasa semua baktiku pun tak akan cukup untuk membalas jasa-jasamu.

Ibu, aku tidak tahu bagaimana engkau hamil dan melahirkan aku, yang aku tahu hanya cerita darimu, 24 jam his persalinan dilanjutkan dengan kala 2 yang lama karna saat itu ibu masih gravida 1. Aku mulai membayangkan bagaimana perasaanmu saat aku menjadi dokter muda dan memasuki bagian obgyn (kebidanan dan kandungan). Disitu aku mengerti bagaimana rasanya pasangan muda mengetahui bahwa sang istri sedang hamil anak pertama. Euphoria yang membuncah. Kemudian dilanjutkan dengan kontrol kehamilan berkala, rata-rata setiap kali antenatal care (pemeriksaan kehamilan) sang ibu selalu didampingi oleh suami. Disitu dapat dilihat, betapa ayah pun selalu ingin tahu bagaimana perkembangan buah cintanya, sejak dalam kandungan, bahkan tak jarang para suami yang banyak bertanya dan ingin tahu lebih dalam mengenai kondisi ibu dan janin. Kemudian tibalah saat sang ibu melahirkan. Anak pertama dari ibu gravid pertama, rata-rata mengalami kala 1 dan 2 yang lama. Kala 1 adalah proses pembukaan jalan lahir, kontraksi rahim (his), dan penurunan bayi dari rahim ke jalan lahir. Yang membuat ibu-ibu tersiksa adalah saat his terjadi, sakitnya luar biasa, banyak ibu yang teriak-teriak sampai berkeringat sangking sakitnya. Dan his terjadi semakin lama semakin kuat, mulai 1x setiap 10 menit sampai 5x dalam 10 menit. Dan lamanya his juga bervariasi, ada yang hanya 10 atau 20 detik, namun semakin besar pembukaan his akan semakin lama, bahkan mencapai 60-90 detik setiap his.

Kala 1 lamanya bisa bervariasi, ada yang hanya 2 jam ada juga yang bisa sampai 2 hari, tergantung oleh beberapa faktor, salah satunya hamil anak pertama. Jadi, bisa aku bayangkan ibuku mules menahan sakit untuk melahirkan aku selama 24 jam. Sudah pasti tidak bisa tidur, bahkan untuk berbaring pun gelisah, kanan kiri terlentang, semua posisi sudah dicoba namun tetap saja mules itu terasa sekali. His akan terasa sampai akhirnya ada dorongan untuk mengejan seperti ingin BAB dan jalan lahir mulai terbuka. Pertama kali aku menolong persalinan adalah pasien muda usia 17 tahun di RSKIA Astana anyar. Sungguh vagina nya masih kaku, sampai akhirnya harus digunting untuk menghindari robekan berlebihan (episiotomy). Kekuatan yang diperlukan untuk mengejan luar biasa harus kuat, supaya kepala bayi bisa keluar dengan lancar. Apalagi dengan ibu yang kehabisan tenaga karena menahan sakit selama his. Pada anak pertama persalinan pengeluaran bayi bisa sampai 1 jam. Namun Alhamdulillah setelah itu bayi keluar dengan selamat, ibu dijahit pada luka episiotomi, kemudian setelah selesai bayi langsung diberikan ke gendongan ibu. Disitu terasa sekali betapa manisnya keluarga muda yang baru kedatangan anak pertamanya ke dunia. Dimulai dengan ayahnya yang membisikkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kirinya, kemudian anak yang mulai menyusui di payudara ibu, sambil tangan ayah dan ibu nya tak henti-hentinya mengusap kepala anak sambil terlihat raut bahagia ayah dan ibu. Aku membayangkan begini rasanya saat aku lahir, anak pertama dari pasangan yang baru menikah. Cucu pertama dari pihak ibu. Waah, sudah pasti banyak harapan dan doa dari ayah dan ibu kepadaku, bayi perempuan mungil dengan berat 2400 gram dan panjang 47 cm.

Ibuku bukan orang dengan latar belakang medis, apalagi ayah. Mereka orang awam yang membesarkan anak dengan pengalaman mereka mengurus adik-adik, belajar dari kakek nenek, dan mengembangkannya sendiri agar anaknya tumbuh cerdas dan sehat. Aku sejak lahir memang kecil, sampai saat ini pun masih sama, kecil dan kurus (baca : langsing :p). Namun menurut ibu aku tidak pernah sakit. Hanya sekali dua kali dalam 6 bulan-1 tahun dan itu hanya batuk pilek panas biasa. Dari perkembangan milestone, aku termasuk anak yang cepat ngomong, belum 1 tahun sudah bisa ngomong 2-3 kata, belum usia 2 tahun sudah ngomong lancar dan bisa diajak ngobrol dan menuruti apa kata-kata ibu. Namun untuk motorik kasar aku cukup lambat, usia 1,5 tahun baru bisa jalan. Karena ibuku cerdas dan beliau melihat potensi anaknya, maka beliau mengajarkan aku banyak gambar, huruf, dan hitung-hitungan, sehingga sebelum masuk TK aku sudah lancar membaca dan berhitung. Dulu ayah dan ibu masih membangun rumah tangganya, jadi belum mampu untuk menyekolahkan aku ke play grup, les musik, atau les balet. Apalagi ketika aku berumur 4 tahun ibuku melahirkan adikku. Namun dengan keterbatasan pun ibu bisa mendidik aku sampai sekarang.

Ketika aku masuk SD, mulai lah ibu memasukkan aku les berenang. Tujuannya sebenarnya supaya aku ada aktivitas olahraga dan supaya aku berani. Dari tujuan itu saja aku sudah bisa mencetak beberapa prestasi di bidang renang, medali pada perlombaan renang dan loncat indah. Selain itu ibu juga memasukkanku ke TPA yang tak jauh dari rumah, pulang pergi memakai angkutan becak. Setiap liburan kenaikan kelas, ibu selalu memberikan buku-buku pelajaran untuk kelas selanjutnya. Ibu selalu memberi aku PR sehingga aku bisa menghabiskan buku-buku itu selama liburan. Kebetulan jaman dulu kan liburnya lama, 1 bulan, dan orangtuaku bukan orang yang mampu untuk mengajak jalan-jalan ke luar negeri jika liburan panjang, kami biasanya liburan sambil pulang ke Sukabumi atau Belitang 1 kali dalam setahun setiap lebaran. Kalau ke Sukabumi kadang mampir ke taman mini, dufan, taman safari, dan tempat-tempat rekreasi lain yang terkenal (saat itu belum banyak tempat rekreasi). Kembali ke buku pelajaran, jadi seperti itulah cara ibuku menyuruh belajar, jadi ketika aku masuk sekolah, aku sudah menguasai semua pelajaran, maka tidak heran aku selalu juara satu di sekolah selama SD (walaupun pernah kalah beberapa kali, bisa dihitung menggunakan 1 tangan :p).

Selain prestasi di sekolah, ibu selalu mendorong aku untuk ikut lomba-lomba menggambar, mewarnai, tujuannya ya itu, agar aku berani. Lalu saat kelas 5 aku juga diikutkan les menari, dan sampai saat ini aku sangat mencintai tarian tradisional Indonesia dan aku hapal beberapa tarian Lampung, jawa barat, dan Bali. Satu lagi yang aku kuasai adalah sempoa, aku mulai les saat kelas 5 SD di sempoa Indonesia pratama (SIP), kebetulan ada di kompleks rumahku. Aku biasa kesana dengan sepeda atau berjalan kaki. Ilmu sempoa ini juga bermanfaat ketika aku di SMP dan SMA sehingga aku jago di bidang matematika, fisika, kimia. Di beberapa perlombaan cerdas cermat juga aku bisa paling cepat menjawab karena dapat menghitung dengan cepat setiap pertanyaan.

Aku tumbuh menjadi anak penurut, aku selalu takut untuk membuat ayah dan ibu sedih. Walaupun terkadang aku juga keras kepala sehingga membangkang apa kata mereka. Apalagi ketika aku kuliah, aku nekat pacaran dengan orang yang ibuku tidak suka. Tapi lama-lama aku tahu apa yang ibu rasakan itu adalah insting seorang ibu terhadap anaknya, dan beberapa saat kemudian aku putus dengan meninggalkan luka yang cukup dalam (ceileh lebay deh hehee).

Ibu sangat protektif, beliau tidak mau anaknya sedih atau menangis karena orang lain. Aku pernah cerita pada ibu saat aku SMP ada temanku yang pintar tapi licik. Aku berteman cukup dekat dengannya. Aku pernah kesal dan cerita pada ibu, kenapa orang licik seperti dia bisa selalu beruntung dan mendapatkan apa yang dia mau, kan tidak adil, dia jahat sampai bisa melakukan segala cara. Waktu itu ibu bilang aku cerita sampai nangis (padahal aku lupa pernah nangis sambil cerita hal ini), dan sejak saat itu sampai sekarang, ibu benar-benar tidak suka sama temanku ini. Bahkan kalau aku bercerita tentang dia ke ibu, ibu selalu bilang “ngapain sih masih kontak sama dia?”, sangking beliau masih terngiang anaknya pernah nangis oleh anak ini. Aku juga pernah nangis ketika putus dengan pacar, memang sih aku agak lebay gitu nangisnya, sampai ibu sedih dan tidak suka dengan mantanku ini, karena menurutnya dia jahat sudah membuat anak ibu menangis. Padahal aku tidak menceritakan secara detail, tapi tergambar olehnya apa yang diperbuat oleh mantanku ini benar-benar membuatku sakit, jadi sampai saat ini pun ibu membenci mantanku.

Aku benar-benar dekat dengan ibu, segala hal aku ceritakan, bahkan sampai hal kecil aku membeli ikat rambut pun kuceritakan. Namun sejak kejadian itu aku sadar, tidak semua bisa kuceritakan pada ibu. Apa yang membuatku sedih tidak perlu aku ceritakan ke ibu, kecuali aku sudah benar-benar tidak kuat baru aku ceritakan padanya. Hal-hal kecil seperti keluhan tidak perlu aku ceritakan, karena akan menjadi beban pikirannya. Apalagi semenjak ayah dan ibu hanya berdua di rumah, aku ingin memastikan bahwa disini anak-anaknya baik-baik saja dan mereka tidak perlu khawatir. Apalagi mereka cukup sering menengok kami, bisa 1-3 bulan sekali.

Ibu saat ini usianya berada di kepala 5. Sudah banyak keluhan-keluhan yang muncul, darah tinggi, kaku dan kesemutan, sakit kaki. Begitu juga ayah, sudah pernah TIA (transient ischemic attack atau awamnya disebut stroke ringan) 2x, kolesterol tinggi, hipertensi, namun mobilitas mereka masih tinggi, demi membiayai anak-anaknya. Memasukkan anaknya ke fakultas kedokteran artinya mewakafkan anaknya di jalan kemanusiaan. Aku sendiri belum tahu kapan bisa membahagiakan mereka di dunia, kuliah belum lulus, setelah lulus juga belum tentu bisa langsung bekerja, karena jadi dokter dituntut untuk mengabdi, internship 1 tahun dengan gaji 1,2juta per bulan, belum lagi menunggu internship beberapa bulan kosong. Rasanya kalau aku bukan di kedokteran, mungkin aku sudah bekerja dengan gaji sekitar 10 juta kalau aku lulusan teknik. Aku sudah bisa hidup sendiri atau bahkan membiayai adikku kuliah, sehingga ayah ibu tidak memiliki beban banyak. Walaupun jabatan ayah di instansi pemerintahan cukup tinggi, aku tidak pernah menikmati uangnya sebanyak anak lain yang ayahnya memiliki jabatan yang sama. Aku tidak punya mobil, tidak ke luar negeri setiap liburan, tidak selalu makan di tempat mewah dan mahal. Aku diajarkan untuk sederhana tapi cukup. Cukup untuk sekolah, cukup untuk makan, cukup untuk bergaul, namun tidak berlebih.

Dan kembali lagi, apa yang bisa aku perbuat untuk ibu (dan ayah)? Ingin rasanya aku cepat lulus menjadi dokter saat mendengar ayah terkena stroke ringan lagi beberapa waktu yang lalu. ingin rasanya aku ada disana dan langsung menangani ayah. Ingin rasanya tinggal dengan mereka dan mengurus mereka sehingga mereka bisa hidup sehat dan terrawat. Kini mereka tinggal hanya berdua, mereka menelepon kami anak-anaknya secara berkala, dan mengunjungi kami untuk sekedar makan enak dan menginap di hotel untuk hiburan kami semasa kuliah di akhir minggu. Kasih sayangnya tidak pernah putus sampai saat ini. Contoh baiknya selalu terngiang di otak kami, anak-anaknya, sehingga kami tidak ragu untuk sekedar bersedekah, menjadi sukarelawan, atau membantu dalam membangun sesuatu dengan uang ayah. Ayah dan ibu membiayai beberapa anak, yang ijazahnya masih ditangguhkan karena bertahun-tahun belum bayar SPP, memiliki anak asuh, membangun masjid, mendanai beberapa kegiatan sosial. Karena untuk ayah, rejekinya sebagian untuk keluarga dan sebagian untuk yang membutuhkan. Ayah dan ibu contoh orangtua yang berhasil, diluar kekurangannya sebagai manusia, mereka patut menjadi teladan untuk bisa bermanfaat bagi sekitar, peka terhadap lingkungan, dan mengamalkan segala perintah agama sebisa mungkin yang mereka bisa, memperhatikan kepentingan orang lain, dan jarang sekali mengecewakan orang-orang di sekitarnya.

Semoga kami anak-anaknya bisa menyerap indirect lesson dari mereka, bahkan lebih baik lagi.. Semoga kami bisa selalu berbakti untuk mereka, dan semoga doa kami menjadi bekal dan syafaat bagi mereka di akhirat nanti.

            Allahummaghfirli waliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaani saghiraa..

Minggu, 15 Juli 2012

wanita


Di belakang orang yang hebat, pasti ada wanita yang lebih hebat. Dibalik suksesnya ayah, dan keberhasilan anak-anaknya, terdapat ibu dan istri yang kuat. Ya, itulah kodrat wanita, berada di balik keberhasilan laki-laki, mulia ya? Oh tidak, itu wajar bukan hal yang aneh, karena memang itu yang harus dilakukan wanita. Jadi tidak seharusnya wanita sombong merasa telah melakukan banyak hal untuk laki-laki yang disayanginya.    

Wanita yang mengerti posisinya, pasti tau harus berbuat apa, pasti mengerti tanggung jawabnya. Profesi terbaik untuk seorang wanita adalah yang berlatar belakang medis menurutku, mungkin karena aku dari medis juga ya jadi bisa bicara seperti ini. Dokter, perawat, psikolog, apoteker akan bisa menjadi lini pertama ketika anggota keluarganya sakit. Masalah utama dari setiap manusia itu kan ekonomi, cinta, dan kesehatan. Ini yang suka membuat orang-orang menjadi galau, dan menyebabkan disfungsi aktivitas. Masalah ekonomi dalam keluarga bisa diselesaikan bersama-sama dalam keluarga. Tapi kalau masalah kesehatan, memang harus ke ahlinya. Dan alangkah baiknya jika ada ahlinya di dalam rumah. Minimal dinamika kesehatan dan kecerdasan anak pasti terjamin. Kenapa aku bilang kecerdasan juga? Karena dokter belajar, dan secara tidak langsung akan mengajarkan anaknya belajar dan memotivasinya minimal menjadi seperti dia.

Ibu yang akan menjadi lini pertama masalah pendidikan dan perkembangan anak. Jika ibunya telaten dan memperhatikan, pasti perkembangan baik. Penilaiannya seperti apa? Kalau di Bagian Kedokteran Keluarga, ada yang namanya APGAR untuk menilai hubungan antar anggota keluarga baik atau tidak. Poin 8-10 menunjukkan keluarga itu baik. Aku bersyukur menjadi salah satu yang berperan di medis. Aku (calon) dokter, aku pikir dengan profesiku aku bisa mengatur jadwalku sendiri. Kapan untuk berkarir, bersosial, dan mengurus keluarga, semua bisa menjadi fleksibel. :)

Minggu, 24 Juni 2012

sekapur sirih

lama ngga ngeblog, kangen juga, apalagi pas baca postingan jaman dulu, aseli ngakak bacanya, padahal terakhir nulis 2 tahun yang lalu, dan isinya benar2 mencerminkan anak2 sekali. Hahahaa. Well, banyak cerita hidup inspiratif yang bisa dibagi disini, hanya kemauan untuk menulisnya saja yang belum muncul kembali. InsyaAllah ke depannya akan bisa lebih produktif. Salam blogger :)