Jumat, 12 November 2010

4 kriteria calon suami/istri

“Syndrome Sofa” yayaa, ini yang lagi nge trend sejak sofa memutar slide undangan pernikahannya sampai pasca pernikahan sofa. Hmm, biasa lah, umur2 segini memang labil, ada yg lulus, jadi kepengn lulus, ada yang nikah, jadi ikut2an pengen nikah. Fufufuu.

Saya pernah berada diantara orang-orang yang punya keimanan kuat, dan saya juga pernah berada di antara orang-orang yang luar biasa baik secara dunia, tetapi sangat kurang agamanya. Mari kita kaji lebih dalam, apakah kita benar-benar sudah siap untuk ikut-ikutan ataukah hanya hasrat sesaat? Mungkin saya akan mengulik juga lebih dalam mengenai tipe lingkungan yang kedua tersebut.

Hmm, untuk menuju kesana, tentu saja kita harus punya kesiapan diri. Tidak hanya kesiapan fisik, yang lebih penting adalah kesiapan mental. Mari kita spesifikkan kita menjadi saya. (hehee, lebih gampang untuk mengambil sampel diri sendiri). Aku sendiri merasa sudah siap secara fisik untuk menikah, beberes, nyuci, setrika, masak, dan merawat orang aku bisa, sangat mudah untuk menikah jika syaratnya hanya itu. Seperti postingan saya sebelumnya tentang wanita-wanita dan pria-pria yang baik untuk dijadikan calon istri/suami, begitulah yang seharusnya.

Jika dirangkum, criteria suami/istri idaman itu ada 4 syarat. Rasul pun menganjurkan 4 syarat ini yang adalah :

1. Memiliki agama yang baik. Jelas minimal rukun Islam harus terpatri dan diaplikasikan. Yang paling sulit dari kelima itu mungkin solat 5 waktu, karena itu dilakukannya rutin dan banyak sekali orang yang suka lupa atau ketiduran dan bablas untuk solat. Sebenarnya apa sih tujuan alasan Agama ini menjadi syarat utama? Jelas, agama adalah pegangan hidup, tuntunan selama di dunia dan bekal menuju akhirat. Gimana bisa mencapai surga dan membawa pasangan masuk ke surgaNya jika dalam keseharian agama menjadi nomor kesekian. Terutama bagi laki-laki, bagaimana istri bisa mengimami suaminya jika suaminya saja tidak mengimami agamanya? Bagaimana ia bisa bertanggungjawab terhadap keluarganya jika ia tidak bisa bertanggungjawab terhadap agamanya? Bagaimana ia bisa membimbing keluarganya, jika ia sendiri tidak membimbing dirinya untuk mendekatkan diri padaNya. Contoh paling kecil sekali adalah solat, dan ini sering sekali ditemukan, apalagi di tengah-tengah kita sebagai mahasiswa. Padahal sekali saja orang itu tidak solat, balasannya adalah siksa kubur yang mengerikan seperti digigit ular besar ataupun belatung-belatung yang kita sadari keberadaannya di kubur kita, dan juga siksa akhirat yang jauh lebih dahsyat.

Sepertiga dari kita adalah ikhwan dan akhwat yang taat pada agamanya. Sepertiga nya lagi menjadikan agamanya hanya sebagai rutinitas saja namun tetap menjadikannya sebagai pegangan, terutama jika sedang terkena musibah. Sepertiga sisanya menjadikan agama hanya sebagai sampingan, jika ingat dikerjakan, jika tidak ingat yasudah apa boleh buat. Jelas, seharusnya orang dengan tipe sepertiga terakhir harus di exclude untuk menjadikannya sebagai pasangan hidup kita. Jelas dia lah orang yang tidak bisa bertanggung jawab terhadap Tuhannya. Astaghfirullah, semoga kita tidak termasuk orang yang seperti itu. Karena kita tidak pernah ingat bahwa ada hari akhir yang akan membalas perbuatan kita selama di dunia. Menjadi orang baik saja tanpa ibadah tidak cukup, karena tidak ada bentuk rasa syukur kita dalam bentuk ibadah tersebut.

Orang tipe ketiga adalah tipe duniawi, yang lebih banyak menggantungkan dirinya pada yang orang, padahal bukankah Allah juga udah bilang jelas2 bahwa kita tidak boleh berharap kepada selainNya. Itu artinya, jika ada apa-apa, berharap lah sama Allah, berdoa lah sama Allah. Jangan apa-apa curhat ke orang dan apa kata orang itu langsung iya dan melakukan. Aku bersyukur menjadi orang yang keras kepala, karena ketika aku curhat, bahkan aku Cuma sekedar formalitas saja mendengarkan curhatnya, aku selalu berpikir sendiri dan menangis aja minta petunjuk sama Allah. Biar aja orang menghujat-hujat keputusan yang aku ambil, toh yang menjalani aku. Kalopun keputusanku salah, itu artinya aku disuruh belajar dari kesalahan, dan jika benar, berarti aku memang ditunjukkan kebenaran sama Allah. Seharusnya kita sudah dewasa dan bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang benar. Dan ketika subjektif kita berkata ini benar ataupun salah, kita juga harus melihat dari sisi orang lain, apakah yang kita katakan benar ini tidak merugikan orang lain? Apakah yang kita katakan salah ini menyakiti orang lain? Tentu saja itulah pertimbangannya, karena kehidupan itu kita sendiri yang menjalaninya. Kalo ada masukan positif, kaji lagi, jangan langsung percaya juga walaupun itu positif.

Menjaga hijab juga bisa menjadi Patokan kedua selain rukun islam. Menjaga hijab bukan hanya berarti tidak salaman dengan lawan jenis. Contohnya, Orang yang masih kesana kemari dengan bebas dan bersikap berlebihan dan terlalu dekat dengan lawan jenis juga tidak wajar. Menurut saya, punya sahabat lawan jenis memang menyenangkan, tapi bukan berarti apa-apa harus ke dia juga. Orang yang seperti ini juga belum bisa dijadikan calon, sampai ia mengerti bahwa malah lebih baik tidak usah terlalu dekat dengan lawan jenis. Karena bisa jadi itu menimbulkan kecemburuan diantaranya.

2. Dari keturunan yang baik. Keluarga nya taat beragama, tidak ada riwayat penjahat, perceraian, tidak ada riwayat penyakit genetic, dan terhormat. Terhormat disini bukan berarti terkenal loh, tapi karena kesantunan keluarganya yang dilihat oleh orang-orang di sekelilingnya.

3. Fisiknya baik, bukan berarti ganteng atau cantik, tapi mungkin lebih kea rah tidak ada cacat di tubuhnya yang membatasi dia untuk bergerak.

4. Hartanya. Saya meletakkan ini di urutan terakhir, karena saya berpikir untuk harta akan ditanggung bersama-sama ke depannya. Kita hanya bisa melihat apakan dia prospektif ke depannya atau tidak. Jika kita berpendidikan tinggi dan pasangan kita hanya lulusan SD, ya mikir juga dong. Carilah jodoh yang sesuai untukmu, yang setara dengan pendidikanmu, pergaulanmu

Saya mengupas agama lebih banyak, karena memang agama lah yang punya porsi paling besar. 70% adalah agamanya, sisanya @10%. Karena apa tujuan kita sebagai manusia? Menjadi Khalifah di muka bumi, dan apa tujuan kita menikah? Selain mengikuti sunnah rasul, juga mencari pencdamping untuk menggapai surgaNya bersama-sama. Indah kan kalau happy ending dan masuk surga bareng? Amin..

Dimulai dari diri kita sendiri, apa yang kita inginkan dari pasangan kita, adalah apa yang harus kita lakukan. Jika ingin dapat yang baik, jadilah orang baik. Jika ingin dapat yang soleh, ya soleh juga, jangan mau kalah dong. Jadikan calon pasangan kita adalah target kita. Kalo kita maunya semau kita saja, tapi kita mau dapet yang baik, jangan harap deh. Di tengah jalan nanti kita akan kalah saingan dengan yang lain, bisa aja kan calon kita direbut oleh orang lain yang lebih baik. Maka, berlomba-lombalah menjadi orang yang baik. “wanita2 yang baik untuk laki2 yang baik, begitu pula laki2 yang baik untuk wanita2 yang baik”. Baik dalam hal agama, sikap, sifat, dan perbuatan. Semoga kita bisa menjadi selalu yang lebih baik. Amin..

Tidak ada komentar: